Fujiana Prames Wari Febi UIN MY batusangkar lembaga keuangan syariah 7

 

MAKALAH


LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH




TENTANG


Operasional Perusahaan Leasing


 

OLEH:


Fujiana Prames Wari    Nim 2230404067


 


DOSEN PENGAMPU:


Dr. H. Syukri Iska.,M.Ag


Fatimah Setia Wardhani, SE.SY.,ME


 



PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR


 


 


 



KATA PENGANTAR


     Puji dan syukur pemakalah ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan kesempatan sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Operasional perusahaan leasing" dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas agar dapat bermanfaat bagi pembaca.


       Kesempatan kali ini, pemakalah sebagai penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen pengampu mata kuliah Lembaga keuangan syariah yang sudah memberikan tugas ini kepada pemakalah sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu. Pemakalah menyadari bahwa dalam proses pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi tulisan maupun penulisan kata. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun kebaikan dimasa yang akan datang.


 


Batusangkar, 9 November 2024


         


                                                                                                                Penulis 


 


 



BAB I


PENDAHULUAN


 


A. Latar Belakang


Leasing merupakan suatu metode pembiayaan yang sering digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh aset tetap tanpa harus dijamin secara tunai. Cara ini memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk memperoleh aset yang dibutuhkan tanpa harus mengeluarkan modal besar. Selain itu, leasing juga memberikan kekecewaan karena perusahaan tidak perlu terikat dengan kepemilikan aset secara permanen.


Perusahaan leasing konvensional mulai berkembang sejak tahun 1960-an seiring dengan berkembangnya industri otomotif dan peralatan kantor. Kebutuhan akan modal kerja dan aset tetap yang besar menjadikan leasing sebagai pilihan untuk memperoleh aset tanpa modal besar. Beberapa perusahaan leasing konvensional terbesar di Indonesia antara lain Toyota Astra Financial Services, Orix Indonesia Finance, Adira Finance, dan BCA Finance.


Dalam praktik keuangan syariah modern, terutama pada lembaga keuangan syariah, leasing banyak digunakan untuk mendukung pembiayaan modal kerja dan investasi, seperti ijarah muntahiyah bi al-tamlik (leasing dengan opsi kepemilikan di akhir masa sewa) yang sesuai dengan prinsip syariah. Melalui skema ini, nasabah dapat menggunakan aset untuk produktivitasnya, sementara institusi keuangan memperoleh keuntungan dari ujrah (biaya sewa) tanpa ada kepemilikan langsung di tangan nasabah hingga akhir masa sewa.


 


B. Rumus Masalah


1. Apa Pengertian dan Dasar Hukum Ijarah?


2. Apa Rukun dan Syarat Ijarah?


3. Bagaimana Mekanisme Perusahaan Leasing (Syariah dan Konvensional)?


 


C. Tujuan


1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Dasar Hukum Ijarah.


2. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Ijarah.


3. Untuk Mempelajari Mekanisme Perusahaan Leasing (Syariah dan Konvensional).


 


 



BAB II


PEMBAHASAN


 


A. Pengertian dan Dasar Hukum Ijara



1. Pengertian


    Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunah, al ijarah berasal dari kata al-ajru (upah) yang berarti al-iwadh (ganti/kompensasi). Menurut pengertian syara’ ijarah berarti akad pemindahan hak guna dari barang atau jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau biaya sewa tanpa disertai dengan perpindahan hak milik.(sri,wasilah 2013)



    Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pengertian ijarah menurut Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, yaitu ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa ditiru dengan transfer kepemilikan barang itu sendiri. Dalam hukum Islam, istilah orang yang menyewakan disebut mu'jir, sedangkan orang yang menyewakan/penyewa disebut musta'jir, dan benda yang disewakan disebut ma'jur, serta uang sewa atau ke ukuran atas pemakaian manfaat disebut ujrah. Menurut Sayyid Sabiq (1971), ijarah adalah suatu jenis akad yang manfaatnya diambil melalui jalan penempatannya. Ijarah terbagi menjadi dua, yaitu:


a.Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan disebut musta'jir, sedangkan pihak pekerja disebut 'ajir dan upah yang membayar disebut ujrah.


b.Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan izin biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan sewa-beli (sewa-beli) pada konvensional. Pihak yang menyewa disebut musta'jir, pihak yang menyewakan disebut mu'jir dan biaya sewa disebut ujrah.


2. Dasar Hukum


    Hukum asal dari ijarah adalah mubah (boleh), janji dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Beberapa dasar hukum ijarah terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis seperti di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 233 dan al quran surah At-talaq ayat 6. Dan hadis riwayat Ibnu Majah yaitu “Berikanlah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”. Sedangkan dasar hukum pada undang-undang yaitu :


A. Undang-undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara


B. Fatwa NO: 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Kewajiban Syari'ah Ijarah


C. Fatwa NO: 69/DSN-MUI/VI/2008tentang Surat Berharga Syariah Negara


D. Fatwa No 71/DSN-MUI/IV2008 tentang akad jual beli sewa-beli


e. Fatwa No: 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Jual dan Sewa Kembali Surat Berharga Syariah Negara ijarah


F. Fatwa No: 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang aset ijarah SBSN yang akan disewakan


G. Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiyah Bit at-Tamlik (IMBT)


H. Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah


I. Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiyah Bit at-Tamlik (IMBT)


 


B. Rukun dan Syarat Ijarah


1. Rukun Ijarah


Rukun ijarah merupakan elemen-elemen penting yang harus ada dalam suatu akad ijarah agar akad tersebut sah dan sesuai dengan prinsip syariah. Berikut adalah rukun-rukun ijarah:



1. Musta'jir (Penyewa atau Pengguna Jasa)


Pihak yang menggunakan manfaat dari objek ijarah, baik itu barang atau jasa, dengan imbalan pembayaran.


2. Mu’jir (Penyedia atau Pemilik Barang/Jasa)


 Pihak yang memberikan manfaat dari barang atau jasa kepada pihak lain dan menerima imbalan atas penggunaan tersebut.


3. Manfaat (Objek yang Disewakan atau Manfaat yang Diberikan)


Manfaat yang dihasilkan dari objek atau jasa yang disewakan harus jelas, halal, dan dapat dimanfaatkan sesuai syariah. Objek ijarah juga harus ada dan dapat digunakan oleh penyewa selama periode sewa.


4. Ujrah (Imbalan atau Upah)


 Jumlah pembayaran atau upah yang disepakati sebagai imbalan atas pemanfaatan barang atau jasa. Besaran ujrah harus diketahui dan disepakati di awal akad.


5. Sighat (Ijab dan Qabul) Pernyataan akad


yaitu kesepakatan antara pihak penyewa dan penyedia manfaat. Ijab dan qabul harus disampaikan dengan jelas, menunjukkan adanya kesepakatan atas manfaat yang disewakan dan imbalan yang dibayarkan.



Kelima rukun ini harus dipenuhi agar akad ijarah dapat dianggap sah menurut syariah Islam, dan pihak-pihak terkait terikat oleh hak dan kewajiban masing-masing. 


 



2. Syarat ijarah


1. Pihak yang Berakad:

• Baligh dan Berakal: Kedua pihak (pemberi sewa dan penyewa) harus sudah baligh (dewasa) dan berakal sehat. Dalam beberapa mazhab, anak yang telah mumayyiz (mampu membedakan baik dan buruk) dapat melakukan akad dengan persetujuan wali

• Kecakapan Hukum: Pihak-pihak yang berakad harus memiliki kecakapan untuk melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan tidak sedang dalam keadaan terpaksa.

2. Obyek Akad:

• Dapat Diserahterimakan: Objek sewa harus dapat diserahterimakan dan memiliki nilai manfaat yang jelas bagi penyewa.

• Halal: Objek sewa harus berupa barang atau jasa yang dihalalkan dalam Islam, serta tidak cacat

• Upah Diketahui: Biaya sewa (ujrah) harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak

3. Akad (Shighat):

jab dan Qabul: Terdapat pernyataan ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) dari kedua belah pihak yang berakad. Ini harus dilakukan tanpa paksaan, dengan saling rela

4. Kepastian Manfaat:

Kedua belah pihak harus memahami manfaat atau fungsi dari barang atau jasa yang disewakan, sehingga tidak ada kebingungan atau perselisihan di kemudian hari


Dengan memenuhi syarat-syarat ini, akad ijarah dapat dilaksanakan secara sah dan sesuai dengan hukum Islam, memberikan perlindungan bagi kedua belah pihak dalam transaksi sewa-menyewa.



C. Mekanisme Perusahaan Leasing (Syariah Dan Konvensional)


Mekanisme leasing konvensional berorientasi pada pencapaian keuntungan melalui struktur bunga majemuk yang umum dalam perbankan tradisional, sedangkan alternatif leasing berbasis syariah menekankan pada prinsip keadilan, transparansi, dan kepatuhan terhadap ajaran Islam.Mekanisme leasing antara syariah dan konvensional memiliki perbedaan utama pada akad, struktur pembayaran, dan aturan-aturan yang diterapkan.


1. Mekanisme Leasing Konvensional


a. Perjanjian Lessee-Lessor


Dalam perjanjian ini, lessor (pemberi sewa) menyediakan dana untuk pembelian aset, seperti kendaraan atau peralatan. Penyewa (penyewa) setuju untuk membayar biaya sewa selama periode tertentu. Kontrak ini menetapkan syarat-syarat penggunaan aset dan kewajiban pembayaran.


b. Pembelian Aset oleh Lessor


Lessor biasanya membeli aset dari pemasok menggunakan dana yang diperoleh dari investor atau melalui pinjaman bank. Proses ini memungkinkan lessor untuk mengakuisisi aset yang akan disewakan kepada lessee.


c.Pembayaran Sewa


Penyewa melakukan pembayaran sewa secara berkala, yang mencakup tidak hanya biaya penggunaan aset tetapi juga bunga yang ditanggung oleh penyewa. Ini berarti jumlah total yang disewakan oleh lessee selama masa sewa akan lebih tinggi dari nilai awal aset, yang merupakan sumber keuntungan bagi lessor.


d. Transfer Risiko


Dalam banyak kasus, pemeliharaan dan kerugian adalah transfer kepada penyewa. Ini berarti penyewa bertanggung jawab untuk menjaga kondisi aset dan menanggung biaya perbaikan jika terjadi kerusakan selama masa sewa. Hal ini sering kali pertimbangan menjadi penting bagi penyewa dalam memilih aset yang akan disewa.


2. Mekanisme Leasing Syariah


a. Pembiayaan Halal


Semua transaksi leasing syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Artinya transaksi harus bebas dari unsur riba (bunga), maysir (perjudian), ghahar (spekulasi), dan aktivitas lainnya yang dianggap haram. Hal ini bertujuan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam setiap transaksi.


b. Tanpa Biaya Bunga


Berbeda dengan leasing konvensional, leasing syariah tidak membebankan biaya bunga. Sebaliknya, keuntungan dari transaksi dibagi antara kedua pihak, sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Ini menciptakan hubungan yang lebih menguntungkan dan mengurangi beban finansial pada penyewa.


C. Transaksi yang Menguntungkan Bersama


Dalam leasing syariah, penting bagi kedua belah pihak untuk mendapatkan manfaat dari transaksi, sesuai dengan prinsip maslahah (manfaat). Ini berarti bahwa perjanjian harus dirancang agar tidak ada pihak yang dirugikan, dan pihak kedua harus merasa puas dengan perjanjian yang dibuat. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan berkelanjutan antara lessor dan lessee


Perbedaan Utama antara Leasing Syariah dan Konvensional: Leasing syariah lebih sesuai untuk nasabah yang ingin menjalankan transaksi berdasarkan prinsip syariah, sedangkan leasing konvensional mengikuti sistem pembiayaan konvensional dengan bunga.


 


 


 


BAB III


PENUTUP 


A. Kesimpulan


Perusahaan leasing merupakan perusahaan pembiayaan yang beroperasi dengan model sewa aset atau leasing berdasarkan ijarah dalam ekonomi Islam, dimana prinsip perusahaan bertindak sebagai pemilik aset (lessor) yang disewakan kepada konsumen (lessee) untuk digunakan selama masa sewa tertentu tanpa transfer kepemilikan, sehingga memberikan solusi pembiayaan secara syariah atas berbagai kebutuhan aset konsumen. Dengan demikian, perusahaan leasing mampu melayani kebutuhan masyarakat akan pembiayaan aset secara berkelanjutan sesuai prinsip syariah melalui model usaha berbasis ijarah.


 



DAFTAR PUSTAKA


 


Adolph, R. (2016) 'Ijarah', (09), hlm.1–23.


Sakti, L., & Adityarani, NW (2020). Tinjauan Hukum Penerapan Akad Ijarah Dan Inovasi Dari Akad Ijarah Dalam Perkembangan Ekonomi Syariah Di Indonesia. Jurnal Keadilan Fundamental, 1(2), 39–50.


Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi 3, Jakarta: Salemba

Empat, 2013,


Saprida, S., Umari, Zuul Fitriani and Umari, Zuul Fitriana (2023) 'Sosialisasi Ijarah dalam Hukum Islam', AKM: Aksi Kepada Masyarakat, 3(2), hal. 283–290.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN DAN FUNGSI DPS, DSN, DK, OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

BAITUL MAAL PADA AWAL ISLAM

FUJIANA PRAMES WARI FEBI UIN MY BSK LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BANK SYARIAH