Fujiana Prames Wari febi uin my batusangkar lembaga keuangan syariah 8 perusahaan pengadaian
MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
TENTANG
PERUSAHAAN PENGADAIAN
OLEH:
Fujiana Prames Wari
NIM: 2230404067
DOSEN PENGAMPU:
Dr. H. Syukri Iska.,M.Ag
Fatimah Setia Wardhani, SE.SY.,ME
PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur pemakalah ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan kesempatan sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Perusahaan Pengadaian" dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas agar dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kesempatan kali ini, pemakalah sebagai penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen pengampu mata kuliah Lembaga keuangan syariah yang sudah memberikan tugas ini kepada pemakalah sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat waktu. Pemakalah menyadari bahwa dalam proses pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi tulisan maupun penulisan kata. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun kebaikan dimasa yang akan datang.
Batusangkar, 9 November 2024
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar hukum gadai. Perum pegadaian tidak pernah lepas dari masalah kredit. Besarnya jumlah kredit yang diberikan akan sangat mempengaruhi dalam menentukan keuntungan dalam suatu pegadaian.
Gadai termasuk kepada penggolongan hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan yang mana selalu tertuju kepada orang lain yang dalam hal ini yaitu terhadap benda bergerak. Gadai ini merupakan suatu perjanjian yang memerlukan adanya suatu perbuatan yaitu penyerahan kepemilikan terhadap barang yang digadaikan, atau jaminan terhadap suatu barang. Penyerahan ini dilakukan oleh debitur ataupun orang ketiga yang atas nama debitur kepada kreditur atau penerima jaminan atau gadai.
Pegadaian bertugas memberi kredit secara hukum gadai kepada masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman diwajibkan menyerahkan harta kepada kantor cabang pegadaian disertai pemberian hak untuk melakukan penjualan lelang bila setelah waktu perjanjian kredit habis, nasabah tidak menebus barang tersebut. Hasil lelang digunakan untuk melunasi pokok pinjaman disertai bunga ditambah dengan biaya lelang. Sisa dikembalikan kepada nasabah pemilik barang semula.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian dan dasar hukum pengadaian syariah
2. Mekanisme pengelolaan pengadaian syariah
3. Perbedaan dan persamaan pengadaian syariah dengan pengadaian konvesional
C.Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum pengadaian syariah
2. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan pengadaian syariah
3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan pengadaian syariah dengan pengadaian konvesionaI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan dasar hukum pengadaian syariah.
1. Pengertian
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran barangtersebut.(Ahmad,R.2015).
Pegadaian menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 yang berbunyi: “Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo”.
2. Dasar Hukum Pengadaian Syariah:
1. Al-Qur’an:
Surat Al-Baqarah ayat 283, yang menyatakan pentingnya pencatatan dan penjaminan dalam transaksi utang-piutang. "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalat tidak secara tunai) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah Tuhannya. Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini menunjukkan pentingnya penjaminan dalam transaksi utang, terutama jika tidak ada pencatatan atau saksi yang terlibat. Allah SWT memberikan panduan agar ada barang yang dijaminkan (rahn) sebagai langkah kehati-hatian dan keamanan dalam transaksi, namun juga memberikan keleluasaan jika kedua belah pihak saling percaya.
2. Hadis Nabi SAW:
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik, yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi sebagai jaminan untuk meminjam gandum, menunjukkan bahwa gadai adalah bentuk transaksi yang diperbolehkan dalam Islam selama sesuai dengan ketentuan syariah.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI):
DSN-MUI telah mengeluarkan Fatwa No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, yang mengatur praktik gadai sesuai prinsip syariah. Fatwa ini menjelaskan ketentuan-ketentuan terkait barang jaminan, hak dan kewajiban pihak yang berakad, serta pelaksanaan akad rahn secara umum.
4. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah:
Meski tidak secara spesifik mengatur pengadaian syariah, UU ini memberikan landasan hukum untuk semua layanan keuangan berbasis syariah, termasuk gadai syariah, yang harus mengikuti prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan operasionalnya.
5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK):
POJK juga mengatur lembaga keuangan syariah, termasuk perusahaan gadai syariah, agar beroperasi sesuai prinsip dan peraturan syariah.
B.Mekanisme pengelolaan pengadaian syariah
Mekanisme pengelolaan pegadaian syariah melibatkan serangkaian langkah yang dirancang untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, memberikan layanan yang efisien, dan melindungi hak-hak nasabah. Mekanisme Pengelolaan Penggadaian Syariah diantaranya:
· Akad Rahn (Gadai)
Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya.Dalam mekanisme operasional Pegadaian Syariah melalui akad rahn adalah dengan masyarakat menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawat barang tersebut di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian
· Akad Ijarah (Sewa)
Akad ijarah diterapkan untuk membebankan biaya perawatan dan penyimpanan barang jaminan. Pemberi pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman, kecuali hanya biaya yang berkaitan langsung dengan perawatan dan penyimpanan barang.Biaya sewa ini biasanya dihitung secara harian atau bulanan, sesuai dengan kesepakatan.
· Penyimpanan dan Pemeliharaan Barang
Barang jaminan disimpan dengan baik oleh lembaga gadai syariah. Lembaga bertanggung jawab penuh atas keamanan dan perawatan barang tersebut selama masa gadai.
· Pelunasan Utang dan Pengembalian Barang
Setelah peminjam melunasi utangnya, barang jaminan dikembalikan. Pelunasan dapat dilakukan kapan saja sebelum jatuh tempo sesuai kesepakatan.Jika peminjam tidak mampu melunasi utangnya, barang tersebut dapat dijual untuk menutupi utang. Hasil penjualan barang akan digunakan untuk melunasi utang, dan sisa uang (jika ada) dikembalikan kepada peminjam.
· Pelelangan Barang (Jika Utang Tidak Dilunasi)
Jika peminjam tidak mampu melunasi utangnya hingga batas waktu yang ditentukan, lembaga gadai syariah berhak melelang barang jaminan. Lelang ini dilakukan secara terbuka sesuai prinsip syariah.Hasil dari lelang digunakan untuk melunasi sisa utang, dan kelebihan dana dari hasil lelang akan dikembalikan kepada peminjam.
C.Perbedaan dan persamaan pengadaian syariah dengan pengadaian konvesional
Perbedaan antara gadai syariah dan gadai konvensional mencakup aspek prinsip, mekanisme, dan tujuan dari kedua sistem tersebut.
Kedua sistem ini memerlukan jaminan berupa barang dari peminjam untuk mendapatkan pinjaman uang.
2. Proses Lelang:
Jika peminjam gagal melunasi utangnya, baik gadai syariah maupun konvensional memiliki prosedur untuk melelang barang jaminan.
3. Penggunaan Barang Jaminan:
Dalam kedua sistem, barang yang digadaikan tetap berada di tangan peminjam selama masa pinjaman, tetapi hak atas barang tersebut ditahan oleh pemberi pinjaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar hukum gadai.Mekanisme pengelolaan penggadaian syariah dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip Islam yang mengatur bagaimana barang jaminan dikelola dan transaksi utang-piutang dilakukan tanpa adanya riba.Perbedaan dan persamaan antara penggadaian syariah dan konvensional terletak pada prinsip, sistem biaya, dan pengelolaan barang jaminan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rodoni,(2015) Asuransi dan Pegadaian Syariah. (Jakarta: Mitra Wacana Media.
Buku "Fiqh Muamalah" oleh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
Buku Fiqh Muamalah yang membahas gadai syariah, seperti karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
Faried wijaya, Lembaga Lembaga Keuanngan dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, April 1999), cet. ke L h Mukti Sumani, Managemen Pemasaran Bank, (Yogyakarta Uberty, 2002), cet. ke I, h.64
Wemben, F. V., Mananeke, L., & Roring, F. (2020). Analisis pengaruh kualitas pelayanan, citra perusahaan dan kepercayaan terhadap loyalitas nasabah pada Pegadaian UPC Tanjung Batu. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi.
Komentar
Posting Komentar